Suatu hari pada acara milad perusahaan di sebuah tempat rekreasi, seorang rekan datang bersama isteri dan anaknya yang lucu. Bersama mereka ikut serta juga seorang wanita muda, yang dari bajunya saya tahu dia adalah seorang pengasuh, pembantu, khadimat atau apalah namanya yang mempunyai tugas membantu pekerjaan-pekerjaan rumah tangga atau mengasuh anak. Saya mengenali jenis baju itu karena rumah saya dulu terletak di perkampungan bersebelahan dengan perumahan mewah dan setiap sore para pembantunya keluar menemani majikan dan anak-anaknya, mengenakan baju seragam yang khas.
Ada pertanyaan menggelitik dalam benak, mengapa harus memakai baju yang berbeda? Apakah hanya karena dia seorang pembantu, seseorang yang tugasnya di suruh-suruh lantas harus juga diperlakukan dengan cara berbeda? Saya tak berhenti menatap wajah perempuan lugu itu dengan baju biru muda bercelana longgar selutut, masih terlihat baju itu baru karena lipatannya yang kaku. Mungkin baju itu khusus dibeli untuk dipakai di acara ini, sangat kontras dia berpakaian seperti itu di tengah-tengah para karyawan yang berpakaian tertutup dan rapi. Saya sedih, hanya karena ingin membedakan status, maka pakaian pembantu harus dibedakan.
Sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari, seorang pembantu yang diperlakukan semena-mena oleh majikannya. Contoh yang paling sering kita saksikan adalah perlakuan yang diterima para TKW. Sudah tak terhitung berita tentang perilaku kasar, penganiayaan, pemerkosaan, hingga pembunuhan yang dilakukan majikan kepada pembantunya. Sungguh mereka dalam posisi yang lemah dan tidak berdaya. Itu di luar negeri, tapi tidak menutup kemungkinan terjadi juga di dalam negeri.
Mungkin kita bisa saksikan tetangga, saudara atau bahkan kita sendiri yang bersikap tidak ramah dengan pembantu. Sedikit saja kesalahan seolah-olah dia sudah sangat merugikan kita. Saya pernah melihat seorang rekan yang membentak pembantunya hanya karena dia tidak bisa menemukan barang yang dicari. Kemarahan yang terlontar sesungguhnya tidak sebanding dengan kesalahan kecil yang diperbuat. Meskipun ada juga pembantu yang berbuat kriminal dengan mencuri atau menculik anak majikan, ia tetaplah seorang manusia seperti kita yang memiliki perasaan.
Tetapi ada juga orang yang sangat baik memperlakukan pembantunya. Tetangga ibu saya ada yang meliburkan pembantunya setiap hari minggu. Jadi selama majikan di rumah, dia bebas tugas dan dipersilahkan untuk bersilaturahmi ke rumah teman atau sekedar berjalan-jalan ke pusat kota. Teman saya malah tidak mau menyebutnya sebagai pembantu, setiap mengenalkan kepada orang lain dia selalu bilang, “ ini partner saya atau kenalkan ini asisten saya “ dan pembantu itu dianggap seperti anak sendiri karena usianya yang masih belia. Subhanallah.
Allah menyaksikan apapun yang kita lakukan, termasuk bagaimana perlakuan kita terhadap sesama mahlukNYA.Tidak ada yang pantas merasa paling mulia karena hanya status di dunia, toh Allah tidak juga pernah membandingkan pangkat, status dan jabatan seseorang, yang Dia lihat hanyalah takwanya.
Oleh Rina Setyawati
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Response to "Pembantu Juga Manusia"
Posting Komentar