Prof. DR. dr. H. Dadang Hawari, Psikiater
Guru Besar Tetap Fakultas Kedoktaran Universitas Indonesia
Pengamat AIDS dan NAZA (Narkotika, Alkohol dan Zat Adiktif)
Menyambut Hari Aids Sedunia 1 Desember
December 1, 1998 Jakarta Indonesia
Pendahuluan
Dalam rangka memperingati hari AIDS sedunia yang jatuh pada tanggal 1 Desember, pada umumnya orang menaruh perhatian terhadap para penderita AIDS daripada upaya pencegahannya, terlebih-lebih lagi terhadap penyelesain akar permasalahannya.
AIDS adalah penyakit kelamin yang mematikan. Mengapa dikatakan mematikan, karena hingga sekarang sudah 17 tahun belum ditemukan obatnya. Presiden Clinton sendiri tahun 1977 menyatakan bahwa belum tentu 10 tahun mendatang dapat ditemukan penawarnya. Artunya mereka yang tertular virus HIV/AIDS ini cepat atau lambat akan berakhir dengan kematian.
Mengapa dikatakan penyakit kelamin, karena penelitian membuktikan bahwa 95,7% penyebaran/penularannya melalui perzinaan terutama pelacuran dan perilaku seksual menyimpang lainnya misalnya homoseksual.
Bagaimana dengan kondom? Penelitian membuktikan bahwa penggunaan kondom tetap mengandung resiko untuk tertular virus HIV/AIDS, tidak 100% aman.
Pengalaman di AS
Program kondomisasi di AS ternyata menjadi bumerang. Pada tahun 1995 dinyatakan bahwa AIDS merupakan pembunuh nomor satu. Padahal sebelumnya pembunuh nomor satu adalah penyakit jantung koroner, berikutnya kanker, paru-paru, liver, kecelakaan dan bunuh diri.
Analisa kegagalan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Dengan semboyan "safe sex use condom" (seks yang aman pakailah kondom), maka orang yang semula takut berzina/melacur menjadi berani karena merasa "aman" ; dan mereka yang sekali-kali berzina/melacur semakin sering dan bukannya semakin jarang. Kondomisasi lebih mendekatkan orang pada perzinaan/pelacuran daripada menjauhinya.
2. Mereka yang berzina/melacur pada umumnya saling berciuman. Dari berciuman, air liur merupakan media transmisi (penularan) virus maut ini.
3. Mereka yang berzina/melacur tidak semata-mata melakukannya dengan cara kelamin dengan kelamin, tetapi juga kelamin dengan mulut (oral sex). Dalam hal ini mulut tidak mungkin "diberangus" dengan kondom.
4. Yang lebih menjijikkan adalah kelamin dengan lubang dubur (sodomi/anal sex). Cara sodomi meskipun menggunakan kondom yang lebih tebal 10 inci, ternyata bocor juga.
5. Perihal kondomnya itu sendiri ternyata tidak 100% aman. Hasil penelitian membuktikan bahwa :
a. Kondom terbuat dari karet (latex) yang merupakan senyawa hidrokarbon dengan polimerisasi, artinya, berserat dan berpori layakanya tenunan kain. Dengan elektron mikroskop ternyata dapat dilihat pori-pori kondom; dalam keadaan tidak meregang lebarnya 1/60 mikron, sementara virus HIV/AIDS kecilnya 1/250 mikron. Dalam keadaan kondom meregang lebarnya pori-pori kondom 10 kali dari ukuran virus; atau dengan kata lain virus dapat menembus dinding kondom.
Kondom dirancang untuk KB (untuk "menyaring" sperma, bukan virus) dan kondom bukan untuk berzina/melacur.
b. Penelitian yang dilakukan di AS terhadap 89 kondom yang beredar di pasaran ternyata 29 bocor; atau dengan kata lain tingkat kebocoran mencapai 30%. Di Indonesia tahun 1996 yang lalu kondom yang diimport dari Hongkong ditarik dari peredaran karena ternyata 50% bocor. Dalam praktek di lapangan penggunaan kondom untuk KB saja sering gagal karena bocor, apalagi untuk berzina/melacur. Ibaratnya sperma sebesar jeruk garut sedangkan virus sekecil titik.
c. penelitian lain yang dilakukan di AS (Physical Division of Human Sciences, maryland, USA, 1992), membuktikan bahwa partikel sekecil virus dapat terdeteksi menembus dinding kondom.
d. Pada tiap kondom terdapat 0,4% "pin holes", yaitu lubang cacat mikrokopis akibat pembuatan kondom oleh pabrik. Luas kondom 80 cm2, maka bila dihitung pada setiap kondom terdapat 32.000 "pin holes", dan kalau satu "pin hole" ukurannya 1/100 mikron, dapat dibayangkan berapa luas keseluruhan "pin holes" pada sebuah kondom!.
Atas dasar penemuan tersebut di atas, maka kini di AS kampanye anti AIDS tidak lagi "safe sex use condom" melainkan 180% terbalik yaitu "safe sex is no sex" (seks yang aman tidak berzina/melacur) serta di anjurkan menikah dan setia pada pasangannya ("mutually faithful monogami").
Sementara itu pakar Prof. Victor Cline dari Universitas Utah (1995) menyatakan apabila kita percaya bahwa dengan menggunakan kondom akan aman dari penyakit kelamin termasuk virus HIV/AIDS, maka sesungguhnya kita sudah tersesatkan.
Tiga macam kemiskinan
Sesungguhnya sumber dari penyakit maut ini terletak pada tiga macam kemiskinan, yaitu kemiskinan materi, iman dan informasi.
a. Kemiskinan materi
Hampir 90% survey yang dilakukan terhadap para pelacur membuktikan bahwa mereka terjun dalam dunia pelacuran disebabkan karena faktor sosial-ekonomi (kemiskinan) sebagai akibat pengangguran karena ketiadaan lapangan kerja atau putus sekolah.
b. Kemiskinan iman
Mereka yang berzina/melacur (‘hidung belang") adalah mereka yang miskin imannya, tidak mampu mengendalikan hawa nafsu biologisnya. Sementara itu para pelacur tingkat atas (yang tidak miskin materi) tetap melacurkan diri karena imannya yang miskin.
c. Kemiskinan informasi
Kampanye anti AIDS hingga sekarang kesannya tidak/kurang transparan. Sebagai akibatnya banyak anggota masyarakat pada lapisan atas, menengah dan bawah tidak tahu apa sebenarnya penyakit AIDS itu, sehingga mereka dengan seenaknya saja berzina/melacur tanpa rasa takut ketularan penyakit kelamin termasuk HIV/AIDS.
Kampanye anti AIDS yang transparan adalah sebagai berikut :
AIDS ADALAH PENYAKIT KELAMIN YANG MEMATIKAN, HINDARI PERZINAAN DAN PELACURAN, PENGGUNAAN KONDOM TIDAK MENJAMIN TIDAK KETULARAN. Dengan slogan seperti tersebut diatas, maka setiap orang dari semua lapisan masyarakat akan mengerti dengan mudah dan tahu menghindarinya.
Informasi yang sekarang ada tidak saja tidak/kurang transparan tetapi seringkali menyesatkan.
Pengentasan WTS
Sebagaimana disebutkan dimuka bahwa di Indonesia penelitian membuktikan bahwa 95,7% penularan/penyebaran penyakit maut ini melalui pelacuran, atau dengan kata lain pelacuran sebagai sumber AIDS. Sebagai konsekuensinya adalah sumber tersebut harus diberantas yaitu dengan cara mengentaskannya. Untuk mencapai maksud tersebut salah satu upaya adalah langsung pada akar permasalahannya : GERAKAN NASIONAL PENGENTASAN WTS! Mengapa ?
Terhadap gagasan tersebut banyak orang yang sinis dan skeptis bukankah pelacuran sudah setua umur manusia, mana mungkin dapat dihilangkan dimuka bumi ? Memang benar pelacuran tidak mungkin 100% dapat dihilangkan, tetapi paling tidak dapat ditekan seminimal mungkin. Tidak seperti sekarang sifatnya terbuka, terang-terangan serta dilegalisir ("open, public and legal"). Kondisi dunia pelacuran di Indonesia sudah melampaui batas, diorganisir sebegitu rupa dari strata lapisan bawah, menengah hingga atas, bahkan ada WTS yang didatangkan dari luar negeri. Maklumlah bisnis pelacuran di Indonesia mencapai omset 8,6 trilyun rupiah setahunnya!
Pelacuran adalah sebuah wujud dari eksploitasi seksual komersial wanita, merendahkan martabet dan harkat wanita, bertentangan dengan HAM, Pancasila dan UUD 45! Oleh karena itu tidak ada waktu lagi untuk saling berargumentasi dalam gerakan ini, mari dientaskan saudara-saudara kita yang berada di lembah hitam tersebut demi perikemanusiaan yang beradab. Dan, manakala program/gerakan ini gagal, jangan kaget kalau nanti pada tahun 2000 akan terjadi ledakan AIDS di Indonesia. Penderitanya dapat mencapai 2,5 juta orang, dan dana yang dihabiskan mencapai 33 trilyun rupiah yaitu 1/3 dari APBN kita setiap tahunnya.
Keberhasilan Gerakan Nasional Pengentasan WTS (disingkat GNP-WTS) tergantung dari kemauan dari pihak pemerintah dan masyarakat. Dari pihak pemerintah tidak cukup hanya dengan "political will" tetapi juga disertai "political action". Program GNP-WTS ini penjabarannya adalah sebagai berikut :
a. Dari pihak pemerintah
GNP-WTS ini hendaknya dipelopori oleh Menteri Peranan Wanita, berkerjasama dengan Menteri Sosial dan Menteri Kerja serta aparat keamanan (PEMDA).
o Langkah pertama :
Para germo dan mucikari diamankan;
o Langkah kedua :
Tempat lokalisasi dihapuskan;
o Langkah ketiga :
Para WTS yang berasal dari tempat lokalisasi maupun yang terjaring dalam razia di tempat lainnya, ditampung di pusat-pusat rehabilitasi sosial dibawah pengawasan Depsos.
o Langkah keempat :
Para WTS tersebut diberikan ketrampilan sebagai bekal kelak apabila sudah kembali ke masyarakat. Mereka merupakan tenaga kerja siap pakai.
o Langkah kelima :
Dari pihak Depnaker menyalurkan para mantan WTS yang sudah direhabilitasi tersebut ke perusahaan/pabrik ataupun lainnya sepanjang lapangan kerja itu halal.
o Langkah keenam :
Mereka yang kembali melakukan praktek WTS dapat dikenakan sanksi, demikian juga pelanggannya ("hidung belang") demikian pula mereka yang memberikan fasilitas atau "backing"nya.
Dengan program sebagaimana diuraikan di atas, maka martabat dan harkat kaum wanita Indonesia terangkat terbebas dari eksploitasi seksual komersial dan selamat dari bencana AIDS.
b. Dari pihak masyarakat
Kaum wanita seluruh Indonesia bersatulah merapatkan barisan untuk secara gotong royong dengan dana dan tenaga mengentaskan saudara-saudaranya sesama kaum wanita agar terbebas dari eksploitasi seksual komersial ini.
Tokoh masyarakat, para ulama, pejabat, pengusaha agar terlibat aktif dalam GNP-WTS yang mulia ini. Di daerah masing-masing dari tingkat RT, RW, Kelurahan dan seterusnya harus merupakan daerah atau kawasan "bebas WTS". Kontrol sosial masyarakat harus digalakkan, sehingga tidak ada lagi ruang gerak bagi praktek WTS. Demikian pula halnya dengan tempat-tempat pariwisata, hotel, bar, karaoke, diskotek dan lain sejenisnya.
Bila dinegara-negara lain, Amerika Serikat misalnya telah ada UU Anti Pelacuran, mengapa di Indonesia tidak? Padahal RUU anti pelacuran pernah diusulkan sejak tahun 1977 sebelum muncul penyakit maut AIDS.
Penutup
Dengan kecepatan penularan setiap satu menit 5 orang tertular, kasus-kasus HIV/AIDS di Indonesia semakin meningkat. Bila pada tahun ini (September 1998) dinyatakan terdapat 764 kasus, maka sesungguhnya jumlah sebenarnya adalah dikalikan 200! Kasus HIV?AIDS bagaikan fenomena gunung es, yang nampak dipermukaan laut kecil, tetapi yang berada di bawah permukaan laut amat besar.
Sekali lagi pelacuran adalah eksploitasi seksual komersial atas kaum wanita, merendahkan, melecehkan martabat dan harkat kaum wanita, bertentangan dengan HAM, Pancasila dan UUD 45!
(Prof. DR. dr. H. Dadang Hawari, psikiater. Guru besar Tetap FKUI, pengamat AIDS dan NAZA).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Response to "GERAKAN NASIONAL PENGENTASAN WTS"
Posting Komentar