Oleh : Sholihin
Kata orang, bunga adalah simbol kasih sayang. Sehingga nggak salah-salah amat kalo William Shakespeare bilang, "Katakanlah dengan Bunga."
Nah, itu pula yang saat ini dirasakan Ogi. Lihat saja, wallpaper di komputernya dipenuhi dengan gambar bunga-bunga yang indah. Entahlah, barangkali Ogi memang sedang jatuh cinta atau ada sesuatu yang lain. Ogi tampak sibuk mencari-cari CD dalam rak yang dipenuhi bermacam-macam koleksi compact disc itu, dari mulai CD program, VCD, CD musik sampai CD gim. Nggak lama tampak kepuasan menghias wajahnya. "Nah, ini yang aku cari!" matanya berbinar, sambil cepat tangan kirinya memijit tombol eject di CD-drive-nya yang 40 speed itu.
Tangan kanannya aktif menggerak-gerakkan mouse mencari icon yang diinginkan. Sejenak kemudian ia mengklik icon bertuliskan PowerDVD. Lalu muncul tampilan untuk memutar VCD dalam tata suara dan gambar sekualitas DVD. Ogi menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. Ia sedikit nyantai sambil menunggu munculnya gambar di layar monitornya.
"Ah, aku ingin mengenang masa lalu," Ogi membatin. Dan gambar yang ditunggu pun muncul. Sambil menikmati tayangan itu, ternyata Ogi nggak bisa menghilangkan memori tentang gadis yang menyita perhatiannya.
"Ah, lagi-lagi dia menyita perhatianku!" ucap Ogi sambil tarik nafas panjang.
Ogi tak bisa membohongi diri bahwa gadis itu mampu mencairkan dinding es yang selama ini mulai ia bangun. Meski Ogi sendiri nggak terlalu serius menanggapinya. Maklum kejadian sebulan yang lalu yang telah membuatnya shock. Gimana nggak, Ogi sempat digosipkan 'jadian' sama Leony. Udah gitu yang menggosipkannya Rosa, lagi. Benar-benar kacau. Meski begitu, terus terang diam-diam Ogi memang tak bisa melupakan kelakuan orang yang hobinya memetik kembang kertas di taman sekolah, yang tak lain adalah si anak baru di kelasnya, Leony!
Ah, Ogi kayaknya makin bingung saja. Abisnya kalo rasa suka itu nggak mengenal musim dan orang. Ya, memang sulit untuk menghilangkannya begitu saja, meski Ogi sebenarnya tak ingin hal ini terjadi. Apalagi sampai diketahui banyak orang. Termasuk Rosa. Bagaimanapun Rosa adalah masa lalunya. Masa lalu yang kadang kala sulit juga untuk dilupakan. Tapi, Ogi juga memang menyadari kok, bahwa sampai pada titik tertentu ia harus realistis. Yes it's hard to understand.
Hari Senin yang cerah. Ogi pun sudah nggak telat datang ke sekolah. Entahlah, apakah disiplinnya sudah tinggi atau memang ada yang dicari. Naga-naganya sih, emang ada udang di balik bakwan. Apalagi kalo bukan menonton aksi petik kembang kertas-nya Leony.
Udara Jakarta masih seperti hari-hari kemarin, semilir angin yang berhembus terasa tak enak, karena sudah bercampur asap dari knalpot yang kaya dengan timbal. Meski begitu, tak ada pilihan lain kecuali menerima sebagai sebuah keharusan hidup.
Ketika Ogi memasuki gerbang sekolah, Ogi keheranan karena ternyata anak-anak yang kebetulan duluan datang malah berkerumun di taman sekolah
"Ngapain tuh anak pada ngumpul di situ?" Ogi membatin sambil tetap melangkahkan kakinya menuju kerumunan anak-anak.
"Jangan-jangan mau ikutan lihat aksinya Leony si pemetik kembang kertas itu?" Ogi rada-rada nggak rela kalo mereka harus melihat juga aksi aneh Leony.
"Assalamu'alaikum!" Jamil yang kebetulan sudah ikutan berkerumun menyapa Ogi.
"Eh, wa'alaikum salam!" Ogi membalas salam Jamil.
"Mil, ada apa sih, kok tumben pagi-pagi udah rame?" Ogi setengah berbisik kepada Jamil.
Ogi keheranan sambil mengernyitkan dahinya. Ogi nggak ngerti. Tapi rasa penasarannya membuat ia ingin melihat lebih jauh kondisi taman kembang kertas itu.
"Gi! Sabar!" kata Jamil sambil setengah menarik lengan Ogi.
Ogi hanya memandang lekat wajah teman akrabnya itu. Tapi hanya sebentar saling beradu pandang, karena kemudian tanpa bisa dicegah Jamil, Ogi sudah menerobos kerumunan anak-anak di taman kembang kertas itu.
Begitu nyampe, Ogi ikutan melihat apa yang sedang dilihat sama anak-anak. Ternyata di bawah salah satu pohon kembang kertas ada sekitar empat alat suntik dari plastik. Di sampingnya ada semacam alat untuk membantu pembakaran tergeletak nggak jauh dari alat suntik itu. Ogi sendiri belum ngerti tentang alat-lat tersebut.
"Siapa yang praktek dokter di sini, ya?" Ogi ngomong sekenanya.
"Hus.. sembarangan!" anak sebelah Ogi yang tak lain adalah Helmi berkomentar.
"Lalu siapa yang telah melakukan ini. Dan maksudnya apa?" Ogi tetap nggak ngerti. Tepatnya polos.
"Gi, ini alat untuk memasukan putauw ke tubuh!" Jamil ngasih tahu
"Putauw?" Ogi baru ngeh. Bukan apa-apa, selama ini Ogi memang sering mendengar anak-anak muda yang terjun ke dunia khayalan dengan menghirup putauw atau sabu-sabu. Tapi terus terang saja, kalo Ogi baru tahu wujud salah satu alat yang dipakai untuk memenuhi nafsu sakauw itu.
"Aku heran, Mil. Kenapa alat ini ada di sini?" Ogi mulai memutar otaknya
"Nah, itu juga yang aku pikirkan, Gi!" Jamil ikut-ikutan mikirin.
"Ada dua kemungkinan yang aku pikirkan tentang itu," Ogi mencoba menganilisis.
"Begini, Mil. Pertama, ini ada orang lain alias bukan anak sekolah kita yang hari minggu kemarin atau malam minggu kemarin melakukan pesta putauw di sini. Dan yang kedua, tentu ini sebetulnya bukan yang kita harapkan.." Ogi nggak meneruskan ucapannya.
"Maksudmu apa, Gi?"
"Ya, yang ngadain pesta putauw ini bukan siapa-siapa. Tapi teman-teman kita.." ucap Ogi getir.
"Ah, nggak mungkin!"
"Lho, kamu dasarnya apa mengatakan bahwa bukan anak sekolah ini yang melakukan?" Ogi balik nanya.
"Anak-anak sekolah kita kan nggak ada yang bandel-bandel banget, gitu, lho!" Jamil ngasih alasan.
"Kemungkinan seperti itu memang ada, Mil! Itu satu sisi. Dan sisi yang lain adalah kenyataan pahit yang harus kita terima. Kita nggak bisa menutup mata bahwa ada anak-anak sekolah ini yang bandel. Kita mungkin nggak tahu gimana aktivitas dia di luar sekolah. Iya kan Mil?" Ogi tetap pada pendapatnya
Ogi menerka-nerka siapa sebenarnya yang melakukan tindakan itu. Mungkinkah teman-temannya? Ia nggak habis pikir. Yang jelas setelah kejadian itu suasana sekolah jadi nggak enak. Banyak polisi datang mengontrol. Hampir tiap hari mereka datang ke sekolah. Ogi dan Jamil yang biasa memantau aksi Leony memetik kembang kertas jadi terganggu. Karena taman kembang kertas yang indah itu sekarang bukan hanya enak dipandang mata, tapi sekaligus menjadi tempat misterius. Setidaknya dengan ditemukannya alat-alat yang konon kabarnya biasa dipakai pengguna putauw dan sabu-sabu yang memang sekarang tengah menggejala sampai ke anak-anak SMU. Betul-betul memprihatinkan.
Tapi kalo memang pengguna itu adalah teman sendiri. Lalu siapa yang telah menjadi korban barang-barang haram itu?
"Mungkinkah si, Ah, aku tak mau su'udzon!" Ogi cepat menepis pikirannya sendiri.
"Mil, aku curiga sebenarnya kepada si Bahtiar teman kita itu," Ogi coba meyakinkan intuisi dirinya. "Kamu nggak boleh su'udzon gitu, Gi!" Jamil mengingatkan Ogi.
"Aku melihat gelagat itu ada pada dirinya!" Ogi berusaha meyakinkan Jamil.
Jamil nggak menanggapi, malah kemudian ia menunjuk ke arah pintu gerbang sekolah.
"Gi, itu Leony. Menurutmu, ia memetik kembang kertas lagi nggak?"
"Kayaknya sih, metik!" Ogi ogah-ogahan.
Tapi mau tidak mau Ogi melihat juga ke arah Leony yang memang tuh anak manis banget. Apalagi dengan lesung pipitnya bila ia tersenyum. Ogi dan Jamil berdebar menyaksikan aksi sang dara melewati taman kembang kertas. Dan seperti biasanya, Leony benar-benar memetik kembang kertas itu dan menggenggamnya erat-erat.
"Aneh!" Jamil dan Ogi hampir berbarengan.
"Gi, kok ada orang yang begitu menyukai kembang kertas, ya?" Jamil betul-betul heran.
"Mil, kamu tak melihat gelagat itu pada Bahtiar?" Ogi kembali menyambung pembicaraan semula. "Entahlah. Aku nggak terlalu jauh harus memvonis dia," Jamil berusaha menghindari obrolan itu.
"Ya, sudahlah, nanti juga kita tahu. Siapa saja sebenarnya yang telah melakukan perbuatan dosa itu," Ogi kehabisan energi untuk berpikir.
Seminggu setelah kasus ditemukannya alat suntik di taman kembang kertas itu mulai ada titik terang. Bahtiar, setidaknya itu adalah analisis Ogi sudah tak masuk sekolah selama tiga hari. Ia dikabarkan kabur dari rumahnya. Entahlah, apakah berkaitan dengan kasus putauw atau memang ada masalah lain. Yang jelas ia kabur membawa mobil kijang milik bapaknya entah kemana. Raib seperti di telan bumi.
Tapi yang pasti dugaan bahwa Bahtiar terlibat kasus putauw berawal dari kabar yang keluar dari mulut rekan akrabnya Bahtiar, Doni. Bahtiar memang rada-rada bandel. Tapi siapa yang nyangka kalo ia terlibat begitu jauh dengan dunia para drug-mania. Secepat itukah Bahtiar berubah? Entahlah kabar yang tersiar memang demikian adanya, setidaknya itu kata Doni.
Doni bilang, Bahtiar memang sudah parah. Dalam seminggu ia bisa sakauw sampai tiga kali. Dan untuk mendapatkan barang haram itu ia harus membobok tabungan miliknya. Bila tak ada, apapun ia akan gadaikan demi serbuk maut untuk memenuhi nafsu sakauw-nya. Mungkin juga mobil kijang milik bapaknya ia gadaikan. Ya, siapa tahu, soalnya satu gram serbuk itu dijual dengan harga 350 ribu perak.
"Ah, Bahtiar, kenapa kamu begitu?" Ogi membatin. Meski ia sendiri masih menyimpan sedikit keraguan terhadapnya. Apakah benar Bahtiar terlibat. Tapi itulah memang yang terjadi.
Ogi baru saja keluar dari musholla ketika ia mendengar ribut-ribut di taman kembang kertas. Malah sebagian anak putri ada yang menangis histeris. Ogi makin kaget. Ia berlari mendekati kerumunan anak-anak.
"Ada apa ini?" Ogi teriak.
"Gi, Bahtiar kecelakaan!"
"Innalillaahi!" tanpa sadar kalimat itu meluncur dari mulut Ogi.
"Sekarang ada di mana?"
"Di rumah sakit Cipto!" kata salah seorang dari mereka. Akhirnya setelah meminta izin kepada Pak Burhan, Ogi, Jamil dan beberapa orang rekannya menuju rumah sakit Cipto.
"Pelan aja Pak!" Ogi berusaha mengingatkan Pak Sobirin, supirnya Pak Burhan ketika mobil itu dipacu dengan kecepatan tinggi.
"Iya Pak, nggak usah tergesa-gesa!" kata Jamil.
"Tenang, Gi!" kata Pak Sobirin singkat.
Setengah jam kemudian mobil yang ditumpangi Ogi dan rekan-rekannya memasuki pintu gerbang rumah sakit Cipto. Setelah diparkir dengan aman, mereka kemudian berlari menuju ruangan gawat darurat tempat Bahtiar dirawat. Tapi mereka tak menemukan. Bahkan informasi dari seorang perawat membuat anak-anak lunglai.
"Kamar Mayat?" Ogi setengah terpekik. [islamuda.com]
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Response to "KEMBANG KERTAS"
Posting Komentar