Pieree! Keciliin tape-nya! Suara Dea mengelegar, saingan ama suara tape dari kamar Pieree. "Apaaa?" jawab Piere nggak kalah menggelagar. "Keciliin tape-nya!" ulang Dea "Keciliin? Emangnya aku tukang sulap?" Pieree cekikikan.
Dea jadi dongkol mirip ikan tongkol yang keselek engkol. Sudah berapa kali Piere ngejawab dengan gaya slengean.
Dea yang kelewat kece itu punya adik yang nggak kalah kece. Namanya Piere, anaknya jangkung, putih dan ada talinya, eh itu sih tiang bendera. Pokoknya keluarga Dea itu ditakdirkan cakep-cakep. Bapaknya yang orang Prancis mirip David Ginola, ibunya orang Sunda, rumahnya bersih lagi (idih apa hubungannya coba) Kucing di rumahnya aja cakep sampe anjing-anjing di sekitar komplek pada nguber-nguber gemes. Gemes ingin melumatnya.
Pieree yang baru naik kelas 3 es em pe itu emang lagi 'lucu-lucu'nya. Maklum, ABG, anak baru gila, ledek Dea. Bayangin aja, sepatu untuk ke sekolah nggak mau sama dengan sepatu untuk main ke sawah! Hiiii. Bajunya pengen yang ada cap palunya alias Hammer. Kalo maen kemana-mana pasti peke minyak wangi. Lazimnya ABG, selalu bikin masalah. Minggu kemaren dia minta diajarin nyetir mobil ke Dea. Terang aja Dea sak kakak ogah-ogahan. Tapi dasar nekat, diam-diam Pieree nyetir mobil keliling komplek bareng gengnya.
Ketawa-ketiwi sambil ngebayangin jadi Alain Prost atau Michael Scumacher sampe nggak sadar kalo di depan ada tukang bakso, Piere panik, bantir setir dan alhamdulillah, sukses mencium pagar tetangga. Terpaksa papanya turun tangan gantiin pager yang ringsek. Piere juga kena hukuman, tabungannya dipecah buat ngebetulin bemper mobil yang penyok.
Meski demikian gokil, mamanya tetap sayang. Siapa lagi yang bisa disuruh buang sampah selain Piere?Eh, enggak ding, Piere meski bandel tapi pinter. Di sekolah aja termasuk top ten murid-murid pinter. Walaupun guru-guru juga sering dibikin pusing. Ya, itulah Piere, meski bandel namun memang bandel
"Assalamu'alaikum" Piere yang lagi nyuci sepeda heboh-nya jadi bangun. Ngelongok keluar, ternyata ada seonggok manusia di pintu gerbang sedang menenteng map.
"Walaikum salam, maaf Mas, ibunya lagi belanja. Kalo minta uang ronda besok aja, tapi kalo saya inget ya?" teriaknya dari garasi mobil. Ery yang mau ketemu Dea jadi dongkol. Masa tampang sekece ini dikira minta uang ronda.
"Eh, itu Piere ya? Saya Ery, temannya Dea, mau ketemu De"
"Oh, maaf, saya kira mau minta iuran ronda. Habis mukanya kembaran sih sama pentungan hansip" Piere ketawa-ketiwi. Piere jalan ke pager lalu membuka pintu pager, dan mempersilahkan Ery masuk.
"Deanya ada?" tanya Ery. "Ada, tapi kayaknya belum keluar dari kepompongnya tuh. Dia kan lagi metamorfosis" jawab Piere sekenanya sambil jalan balik ke tempat cuci sepeda. Ery hanya bengong, pantesan Dea setres, adiknya gokil banget. Nggak lama kemudian Dea muncul
"Assalamu'alaikum, eh Ery, udah lama, Er?" sapa Dea sambil sumringah.
"Walaikum salam, baru aja"
"Bawa pesanan saya, khan?"
"Bawa nih, sekalian ada titipan buku dari anak-anak pengajian putri. Mereka nggak sempat ke sini, jadi saya yang di suruh"
"Oh, I see, Eh, Ery minum dulu, ya? Mau apa? Coca cola? Sprite? Air jeruk? Air putih?" Dea nawarin mirip pelayan warteg.
"Wah terima kasih, cuma saya lagi ada perlu. Buru-buru nih, Assalamu'alaikum" Ery pamitan.
"Walaikum salam" Dea ngunci lagi pintu pager rumah. Sementara Piere nongol di pintu rumah, "Itu Ery?" tanyanya. "Iya," jawab Dea. "Boleh juga", "Boleh juga apa?" Dea penasaran. "Boleh juga sih kalo diadu balap sama herder" lagi-lagi usilnya kumat.
Piere akhir-akhir ini lagi gandrung banget sama album kram otak-nya Iwa K. Hampir tiap pulang sekolah kaset itu diputer. Kadang-kadang sambil main basket di lapangan basket di komplek, di setel juga kaset nombok dong-nya Iwa K.
"Saatnya sekarang .... hempaskan bola ke dalam keranjang. Dong nombok dong, nombok dong, nombok dong" koor anak-anak di lapangan basket. Wah kumpulan ABG di komplek itu memang heboh banget. Dandanannya pada modis-modis, kaosnya aja dibeli dari Amrik langsung, Celtics, Houston, Rocket, Chicago Bulls nemplok di kaos anak-anak. Termasuk Piere, tujuannya sih maen basket, tapi sekalian ngecengin anak-anak dari komplek lain. Ya sambil menyelam nangkep ikan begitu.
Piere ngaso dulu, keringatnya bercucuran mirip kue cucur, eh air mancur. Sambil ngegantungin handuk ke leher dengan rakus dia nenggak es sirop. Sepintas mirip tukang becak lho.
"Piere, besok hiking yuk?" kata Bobi sambil duduk di sebelahnya. "hiking kemana?"
"Ya, ke gunung masak ke Tanjung Priok?"
"Lho kan biasanya elu jadi kuli pelabuhan?" ledek Piere. "Enak aja, dia mah kuli pasar" Hendra nimpalin dari belakang. "Biarin ah, yang penting halal" Bobi melakukan self defense. Maklum diantara anak-anak komplek, Bobi yang punya bodi paling gede, item lagi. Maka sering diledekin kuli. Tapi dia paling bermanfaat lho! Misalkan, kalo ada perlombaan tarik tambang, Bobi suka dimanfaatin sebagai ... tambang" hiii
"Gimana nih, anak-anak udah Oke lo?" Bobi penasaran. "Siapa saja yang mau mikut?" tanya Piere.
"Para kurcaci ini. Anak-anak cewek juga mau ikutan. Gimana? Seru kan?"
"Anak cewek? Siapa saja?" sekarang Piere yang penasaran. "Ani, Maudy, Ike, si Tami juga mau ikutan"
"Si Tami mau ikut?" mata Piere berbinar-binar. Nama itu memang masuk dalam daftar buruannya.
Ransel ijonya Piere dipenuhi kaos, celana jeans, celana Hawai, makanan kecil. Ada roti kecil, kacang kecil, biskuit kecil, dan nasih kecil. Nggak lupa dia siapin juga panci mini, kompor mini, meja belajar, lemari pakaian, wastafel, toilet yeeee emangnya kena gusuran. Eh, walkman? Bawa ah, lagi Dea nggak bakalan tahu.
"Eh, walkman jangan dibawa, entar ilang lagi!". Masya Allah, jantungnya hampir aja copot. Ternyata Dea udah berdiri di depan pintu kamarnya sambil melotot. "Jangan dibawa walkmannya, kalo ilang mau ngegantiin?" Dea nanya setengah ngancam. Piere jadi ciut, buru walkmanya dikeluarin lagi. Dea keluar sambil nyomot snack dari meja Piere. Dasar Piere, walkman itu dimasukin lagi ke dalam Ransel. Pagi-pagi sekali, Piere sudah berkemas-kemas. Sementara maminya sudah ngasih bekal dan memeriksa dengan teliti, jangan-jangan ulekan Mami kebawa.
"Piere, hati-hati ya di jalan, Jangan lupa sholat ya?" pesan mami
"Iya, mam, tenang aja. Piere sudah gede kok" Piere sun tangan dan jreng, tancap gas di VW-nya Ipung. Semuanya 10 orang, 6 cowok dan 4 cewek.
Akhirnya, sampailah mereka di perkemahan di Sukabumi. Dengan antusias mereka turun lalu membongkar segala macam perbekalan. Seperti sudah tradisi, anak-anak perempuan selalu bawa banyak barang. Kayak tasnya Maudy, gemuk banget, isinya ada makanan kecil, aneka T-shirt, beberapa buah jaket, pakaian santai, gaun pesta dan sepatu kaca ...(emanya Cinderela) yang paling santai Bobi. Hanya bawa pakaian dalam tiga biji, itupun karena beliau suka ngompol di malam hari. Masalah makan dengan ikhlas Bobi ngandalin anak perempuan.
Karena mereka harus melewati jalan setapak maka VW Ipung terpaksa dititipkan di tempat penitipan kendaraan. Apa boleh buat, mereka harus mengandalkan kekuatan kaki untuk sampai ke tempat perkemahan. Piere jadi komandan regu.
"Berhubung Bobi yang badannya paling kekar diantara kita, maka dengan hormat saya tugaskan beliau membawa semua perbekalan" Piere mulai membagi tugas. "Horee, rasain lu Bob!" teriak anak perempuan. Bobi nggak bisa menolak. Akhirnya semua tas dipegang, tiga tas nangkring di punggung, dua di depan dan dua lagi ditentengnya.
"Tu ...wa... tu... wa" Piere ngasih semangat. Gantian, kadang Ipung yang memimpin sambil nyanyi lagu syukur, terang aja diprotes anak-anak. Itu sih bikin ngantuk. Hendra juga ikutan tapi lagunya lagu dangdutnya Evi Tamala yang didemeninya, terus diulang-ulang sampe akhirnya ditimpukin anak-anak yang lain. Sementara Bobi terseok-seok kelebihan beban, berjalan paling belakang, sambil sesekali diawasi anak-anak perempuan, takut jatah makanan mereka disikat/
Baru setengan perjalan mereka hampir colaps. Akhirnya Piere memutuskan untuk ngaso dulu. Lagian sudah waktunya dhuhur. "Kita sholat dulu yuk, Tuh ada mushola" ajak Piere. Berebutan mereka menuju tempat wudhu. Ah, seger air yang dingin itu membuat mereka semangat lagi. Mereka sholat berjamaah, Ipung jadi imam sholat. Tapi, lho kok ada yang duduk-duduk saja di luar, nggak ikutan sholat?
Piere yang habis sholat hampiri Hendra. "Hen, kok lu nggak sholat sih?" tanya Piere. Hendra diam sambil nundukin kepalanya. "Datang bulan ya?" canda Piere, tapi Hendra nggak ketawa, mesem pun nggak, malah makin menunduk. Piere jadi bingung ... atau .......
"Kamu nggak bisa sholat Hen?" tanya Piere pelan. Masya Allah, dirangkulnya bahu teman sekelasnya itu. "Yuk, gua ajarin" katanya pelan sambil mengajaknya ke tempat wudhu. Hendra belajar sholat setelah dibimbing Piere. Sambil menunggu Hendra sholat, Piere diam-diam menahan tangis. Ah, ternyata ada juga kawanku yang tahu cara sholat.
Ih sirim benget" Tami ketakutan. Mereka sekarang harus melewati jembatan gantung yang kecil. Dibawahnya mengalir sungai yang cukup deras. Terang aja anak-anak perempuan pada menciut nyalinya. Anak cowok juga sebetulnya sih pada gemetaran, tapi gengsi dong kalo sampe keliatan anak-anak cewek.
"Tenang-tenang, jangan panik, jembatan ini aman kok. Liat aja talinya kuat begini" Piere sok menenangkan kawan-kawannya padahal dia sendiri panik juga.
"Kalo gitu, anak cowok duluan jalan" Tami ngerengek. "Lho, bukannya lady first?" tanya Piere, kontan dia dipelototin anak-anak cewek. "Iya sori, deh, gimana kalo Ipung yang jalan duluan. Dia khan paling getol sholat" Piere ngelirik Ipung.
"Piere, tega kamu mengorbankan teman sendiri. Itu tidak setia kawan namanya. Giman kalo Hendra aja?" balas Ipung. "Kalian ini gimana sih? Bukannya mencoba dulu malah becanda aja" Tami ngomel-ngomel.
"Yuk, kita jalan, tinggalin aja anak-anak pengecut itu" ajak Tami pada teman-temannya. Tami jalan paling depan, kakinya mulai menginjak kayu jembatan. Setelah dua, tiga langkah, anak-anak ngerasa jembatan itu mulai goyah. Muka mereka jadi pucat kayak mayat, Hih nyesel juga sok berani. Tapi berhubung gengsi mereka nyoba jalan terus. Semeter, dua meter sampai akhirnya sampe di ujung jembatan. Puih, meski sukses mereka masih agak-agak gemetaran juga. Mau ngomong sulit, apalagi kentut. Setelah ngatur nafas, baru mereka bisa ngomong.
"Hoi, ayo berani nggak jalan terus?" teriak anak-anak cewek di seberang. Tanpa pikir panjang, anak cowok ngebirit jalan di jembatan. Ngerasa keenakan mereka goyangin jembatan. Kayunya diinjek keras-keras, akhirnya jembatan goyang nggak karuan.
"Hoi. Hoi stop. Aduh, gua mau hatuh nih" teriak Bobi panik. Tapi dengan tidak berkeprimanusiaan anak-anak terus menginjak kenceng-kenceng jembatan gantung itu. Akhirnya Bobi mulai sempoyongan. Dia oleng ke kanan dan ke kiri. Anak perempuan mulai jejeritan, baru mereka sadar ada yang nggak beres. Tapi terlambat, Bobi kepeleset dengan sukses, Piere panik lari ke arah Bobi, tas anak-anak jatuh satu demi satu ke bawah dan tenggelam ditelan sungai yang deras. Anak-anak perempuan hanya bisa memandang terkesima, memandangi sungai dan tepi bukit yang curam dengan tatapan kosonng. Tiba-tiba mereka merasa ingin pulang ke rumah.
Mereka duduk melingkar. Merenungi nasib. Maudy masih sesenggukan menahan tangis. Hendra terdiam, Ipung juga apalagi Bobi. Sementara Piere, selain memikirkan kelompoknya dia juga merenungi nasib walkman Dea yang ikut hanyut. Sementara itu, cuaca mulai gelap dan dingin. Itu juga yang menghalangi mereka untuk kembali ke pangkalan. Akhirnya mereka mencari tempat yang lumayan aman, meski tetap aja mereka kedinginan. Belum lagi kelaparan mulai menyergap, kacang garing yang dibawa Tami udah habis. Supaya nggak gelap, mereka memasang dua biji lampu senter.
Udara yang dingin membuat anak-anak merapatkan tubuhnya. Dengan berjaket saja tidak cukup, maka mereka memeluk lutut sambil gigi bergeretak kedinginan. Bobi udah mulai gelisah, nggak kuat menahan pipis karena dia bingung mau pipis kemana, kemana-mana gelap Ih, syerem.
"Pung, anterin gue dong, gue kebelet nih, pengin pipis, tolong, Pung, Pleas"
Ipung yang kedinginan jadi jengkel, dia diam aja. Tapi karena Bobi dengan gencar merayu, akhirnya Ipung menyerah juga. Diantarnya sohibnya itu. "Bentar ya, gua ama Ipung mau jalan-jalan dulu" kata Bobi sumringah. "Jalan-jalan kemana? Diculik jin lu!" Piere bengong.
Udah belum Bob?" tanya Ipung kesel, kakinya mulai gatel digigitin nyamuk. "Udah" jawab Bobi tersenyum lega. Satu beban sudah hilang. "Lega rasanya, thanks Pung, kamu emang benar-benar teman dalam suka maupun duka" Puji Bobi. Mereka mulai berjalan baru beberapa langkah Bobi dan Ipung mulai cemas. "Bob, kita lewat sini nggak ya tadi?" Ipung mulai cemas. "Aduh Ipung, mana sempat gua ngapalin jalan. Gua kan lagi kebelet" kata Bobi juga ikutan panik. Keduanya mulai ketakutan, apalagi ditambah suara binatang-binatang malam terdengar menakutkan. Mulai terbayang di benak Bobi, monster-monster macam Zombi, Frankenstein sampai kuntilanak. Ipung juga ketakutan, kudunya serasa ada yang niup-niup, soalnya kemaren ada tetangganya yang meninggal. Nah, tetangganya itu konon kabarnya suka miara kucing. Trus kenapa? Ya nggak apa-apa, emangnya nggak boleh miara kucing. Ih nggak lucu deh.
Dari kejauhan tiba-tiba ada cahaya merah berjalan. Cahaya itu mati lalu nyala lagi, begitu seterusnya. Dan cahaya itu mendekati mereka. Bobi dan Ipung makin gugup, cahaya itu makin mendekat, cahaya itu disertai bayangan besar di belakangnya, sekilas mirip hantu scarecrow. Makin dekat. Makin dekat dan....
"Hantuuuuuu" teriak Bobi. "Setan pocong, sundel bolong!" Ipung juga nggak kalah heboh.
'Tenang-tenang, saya bukan hantu, saya bukan hantu" teriak bayangan hitam itu. Bobi dan Ipung mulai tidak teriak lagi meski nafas mereka masih ngos-ngosan.
"Bu ... bu ... bu kan hantu? Lalu a.... aa. Pa? Tanya Ipung gagap. "Saya bukan hantu, tapi saya genderuwo" Kontan anak-anak itu pingsan dengan sukses.
Bobi terbangun mencium bau balsem. Di pinggirnya, Ipung duduk sambil makan roti coklat. Demi melihat roti coklat Bobi makin segera sadar dan terduduk. "Kita dimana Pung? Tanyanya. "Di Sukabumi, mau roti?" Ipung ngasih segepok roti. Hanya sebentar saja roti itu sudah meluncur ke dalam perut Bobi yang gendut.
"Eh, udah bangun yang gendut itu?' tanya seseorang , Bobi kaget. "Lho, mas ini siapa?" tanyanya penuh curiga. "Saya Ery, habisin tuh rotinya" kata Ery, tapi dia segera bengong melihat rotinya sudah raib. "Sebentar ya, saya juga bawa teman koq, Indro namanya" Ery keluar sebentar. Tak lama kemudian dia masuk bareng Indro. Begitu Indro masuk, kontan Ipung dan Bobi menjerit pendek dan jatuh pingsan lagi.
"Oh begitu critanya bisa barengan ketemu disini" komentar Hendra. Akhirnya Ery dan Indro ikut mengantarkan Ipung dan Bobi ke basecamp mereka. Ternyata Ery dan Indro lagi ngerjain tugas sekolah. Pelajaran biologi, yaitu membikin gambar-gambar binatang malam. Karena Ery yang jago motret, akhirnya dia yang diutus oleh sekolah bersama Indro. Semula Indro menyangka mereka bakal jalan-jalan ke diskotik atau ke mal-mal mencari binatang malam. Lho emangnya ada binatang malam di diskotik? Ada cuma itu namanya kupu-kupu malam.
Tapi nggak disangka kalo Ery bakalan ketemu anak-anak bengal di sini. Ery dan Indro juga kaget mendengar perbekalan anak-anak raib ditelan sungai. Ery merasa terharu dan Iba.
"Jadi kalian belum makan dari kemaren sore?" tanya Ery. "Beluumm" koor anak-anak.
"Ya, coba sukarelawan tolong masakin mi instan dari base camp kita" perintah Ery
Hanya sebentar saja mereka sudah balik lagi, masak air dengan kompor Ery, masak mie sepuluh bungkus. Ery dan Indro hanya geleng-geleng kepala melihat anak-anak itu demikian giras menggasak mie.
Kamu ketua regunya?" tanya Ery. Piere menganggukkan kepala. Ery dan Piere duduk di depan api anggun yang dibuat supaya badan hangat. Mereka kebagian giliran jaga. Sementara anak-anak putri tidur di dalam tenda yang dibawa Ery dan Indro, anak-anak laki tiduran atau tepatnya bertumpuk di sliping bag gede punya Indro, sepintas mirip sarden.
"Kenapa kamu bawa anak-anak cewek?" Ery nanya lagi. Piere bengong, "Maksudnya?" tanyanya heran. "Apa kamu nggak tahu, itukan bahaya. Lagian nggak boleh kan perempuan jalan-jalan bareng lelaki yang bukan mahromnya" kata Ery. "Eh, kamu tahu mahram nggak?" tanya Ery lagi.
"Saya nggak tahu karena saya nggak pernah ngaji" Piere menjawab pelan. "Papa sama Mama nggak pernah nyuruh saya ngaji".
"Kalo begitu kamu harus ngaji. Kamu udah gede."Sambung Ery. Piere terdiam Dia jadi malu dan nggak enak hati. "Terus gimana dengan anak-anak itu sekarang?"sekarang Piere yang nanya. Ery diam sebentar.
"Indro bawa hand phone, kamu pinjem hand ponenya, kasih tahu supaya anak-anak perempuan itu dijemput sama bokapnya. Gimana?"
"Ok, sekarang bangunin anak-anak sudah shubuh nih" kata Ery sambil bangun berjalan ke anak-anak cowok.
Agak siangan rombongan Piere mau pulang. Sekarang ada satu mobil tambahan. Setelah mendengar anaknya nelangsa di tempat perkemahan, kotan papinya Tami nyuruh kakaknya Tami nyusul, mobil yang tarikannya wus, wus itu sudah nongkrong di pos penjagaan. Khusus ngangkutin anak-anak perempuan. Mobil TKW, ledek Ery.
"Kalian nggak ikut pulang?" tanya Piere. "Nggak ah, masih betah. Lagian kalau pulang juga disuruh ngesiin bak. Mendingan di sini santai" jawab Indro slengean.
"Indro rencananya mau indekost disini, sekalian jadi kuncen" ledek Ery.
"Kalo gitu kita pulang duluan deh" Ipung nyalamin Ery dan Indro, anak-anak juga ngantri, mirip acara beres pengajian di mesjid.
"Jangan lupa ngaji ya, Piere" kata Ery. "Insya Allah" Jawab Piere.
Tak lama kemudian dua mobil itu pun jalan meninggalkan bumi perkemahan. Tinggal Ery dan Indro yang harus berkemas-kemas.
Ditulis Ery and the gank [islamuda.com]
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Response to "NOMBOK DONK"
Posting Komentar