Oleh : Rico Atmaka
Sahabat-sahabat, ketika Allah menjadi alasan paling utama, maka aku berani memutuskan untuk menikah dan menyegerakannya.
Ketika Allah menjadi alasan paling utama, maka aku berani memutuskan dengan siapa aku akan menikah. Aku tidak banyak bertanya tentang calon istriku, aku jemput dia di tempat yang Allah suka, dan satu hal yang pasti, aku tidak ikut mencampuri ataupun mengatur apa-apa yang menjadi urusan Allah. Sehingga aku nikahi seorang wanita tegar dan begitu berbakti kepada suami.
Ketika Allah menjadi alasan paling utama, maka aku berusaha sekuat tenaga untuk tidak melihat segala kekurangan istriku. Dan sekuat tenaga pula, aku mencoba membahagiakan dia.
Ketika Allah menjadi alasan paling utama, maka menetes air mataku saat melihat segala kebaikan dan kelebihan istriku, yang rasanya sulit aku tandingi.
Ketika Allah menjadi alasan paling utama, maka akupun berdoa, Yaa Allah, jadikan dia, seorang wanita, istri dan ibu anak-anakku, yang dapat menjadi jalan menuju surgamu. Amin.
Sahabat-sahabat, kalau Allah menjadi alasan paling utama untuk menikah, maka seharusnya tidak ada lagi istilah, mencari yang cocok, yang ideal, yang menggetarkan hati, yang menentramkan jiwa, yang…..yang.
…yang……dan 1000 “yang”……lainnya…..Karena semua itu baru akan muncul justru setelah melewati jenjang pernikahan. Niatkan semua karena Allah dan harus yakin kepada Sang Maha Penentu segalanya.
Sahabat-sahabat, ketika usiaku 25 tahun, aku sudah memiliki niat untuk menikah, meskipun hanya sekedar niat, tanpa keilmuan yang cukup. Karena itu, aku meminta jodoh kepada Allah dengan banyak kriteria. Dan Allah-pun belum mengabulkan niatku.
Ketika usiaku 30 tahun, semua orang-orang yang ada di sekelilingku, terutama orang tuaku, mulai bertanya pada diriku dan bertanya-tanya pada diri mereka sendiri. Maukah aku segera menikah atau mampukah aku menikah? Dalam doaku, aku kurangi permintaanku tentang jodoh kepada Allah. Rupanya masih terlalu banyak. Dan Allah-pun belum mengabulkan niatku.
Ketika usiaku 35 tahun, aku bertekad, bagaimanapun caranya, aku harus menikah. Saat itulah, aku menyadari, terlalu banyak yang aku minta kepada Allah soal jodoh yang aku inginkan. Mulailah aku mengurangi kriteria yang selama ini menghambat niatku untuk segera menikah, dengan bercermin pada diriku sendiri.
Ketika aku minta yang cantik, aku berpikir sudah tampankah aku?
Ketika aku minta yang cukup harta, aku berpikir sudah cukupkah hartaku?
Ketika aku minta yang baik, aku berpikir sudah cukup baikkah diriku?
Bahkan ketika aku minta yang solehah, bergetar seluruh tubuhku sambil berpikir keras di hadapan cermin, sudah solehkah aku?
Ketika aku meminta sedikit….. Ya Allah, berikan aku jodoh yang sehat jasmani dan rohani dan mau menerima aku apa adanya, masih belum ada tanda-tanda Allah akan mengabulkan niatku.
Dan ketika aku meminta sedikit…sedikit. ..sedikit. ..lebih sedikit….. Ya Allah, siapapun wanita yang langsung menerima ajakanku untuk menikah tanpa banyak bertanya, berarti dia jodohku. Dan Allahpun mulai menujukkan tanda-tanda akan mengabulkan niatku untuk segera menikah. Semua urusan begitu cepat dan mudah aku laksanakan. Alhamdulillah, ketika aku meminta sedikit, Allah memberi jauh lebih banyak. Kini, aku menjadi suami dari seorang istri yang melahirkan dua orang anakku.
Sahabatku, 10 tahun harus aku lewati dengan sia-sia hanya karena permintaanku yang terlalu banyak. Aku yakin, sahabat-sahabat jauh lebih mampu dan lebih baik daripada yang sudah aku jalani. Aku yakin, sahabat-sahabat tidak perlu waktu 10 tahun untuk mengurangi kriteria soal jodoh. Harus lebih cepat!!! Terus berjuang saudaraku, semoga Allah merahmati dan meridhoi kita semua. Amin.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Response to "Ketika Allah Menjadi Alasan Paling Utama"
Posting Komentar