POST-TITLE-HERE

Posted by Author On Month - Day - Year

POST-SUMMARY-HERE

POST-TITLE-HERE

Posted by Author On Month - Day - Year

POST-SUMMARY-HERE

POST-TITLE-HERE

Posted by Author On Month - Day - Year

POST-SUMMARY-HERE

POST-TITLE-HERE

Posted by Author On Month - Day - Year

POST-SUMMARY-HERE

POST-TITLE-HERE

Posted by Author On Month - Day - Year

POST-SUMMARY-HERE

Suplemen Penguat Jiwa

Diposting oleh Masakan On 22.40
Ada saat-saat yang paling membahagiakan bagi seorang pekerja atau karyawan. Yaitu saat di mana kita akan menerima gaji, setelah sebulan penuh bekerja. Dan yang kedua adalah saat kita akan libur, setelah penat kerja dalam satu minggu atau lebih. Saya sering mengalami hal seperti itu.

Maka, ketika mendengar bahwa hari Minggu saya akan libur, setelah berbulan-bulan tidak ada kesempatan libur, saya merasa sangat gembira. Rencana-rencana segera saya susun, sebelum hari H tiba.

Pagi hari, saya berniat untuk minum kopi di sebuah restoran Indonesia. Rasanya lidah ini sudah sangat rindu dengan masakan khas daerah saya. Siang sedikit, saya berencana untuk silaturrahmi dengan seorang sahabat, yang sudah limabelas tahun tinggal di Brunei. Karena saya mendapat kabar, bahwa rumah yang ia sewa terbakar habis. Tengah hari, sudah saya program untuk duduk di depan komputer di sebuah warnet. Saya akan menulis beberapa hal untuk saya kirimkan kepada seorang sahabat di Jakarta. Petang harinya, saya sudah berniat untuk bertahan di warnet, browsing ke beberapa situs sekedar ingin tahu tentang keadaan di tanah air.

Namun, lagi-lagi saya harus mengakui, bahwa mahluk kecil ini hanya bisa berencana. Sedang Dia-lah Sang pemegang kekuasaan alam inilah yang menentukan segala-galanya. Hari Minggu saya tak jadi cuti. Majikan mengajak saya untuk ikut dengannya. Lantas, apa yang terjadi di hari yang saya rencanakan sangat indah itu?

Matahari ada di titik kulminasi. Sinarnya begitu menyengat, karena saya berada di sebuah pulau yang dilewati oleh garis equator. Yang suhunya tentu saja jauh berbeda dengan di pulau Jawa. Bumi yang saya pijak adalah hamparan pasir putih yang terbentang hampir satu kilometer. Dan sudah barang tentu menambah temperatur panas di siang itu.

Pundak saya lecet-lecet karena sudah berkali-kali dibebani kayu-kayu bekas bangunan yang masih penuh paku. Saya memangggulnya sendiri, dengan jalan kaki. Menuju sebuah tempat di tepi pantai, yang akan digunakan majikan saya untuk membuat sebuah tempat peristirahatan. Kata orang yang tinggal di tempat itu, pekerjaan ini seharusnya dikerjakan tiga atau empat orang. Akan tetapi kenyataannya saya sendirilah yang mengerjakan. Saya betul-betul tidak tahu jalan pikiran majikan saya

Ketika kecil, saya dilatih orang tua saya untuk selalu membawa beban di pundak setelah pulang dari kebun atau sawah. Kalau tidak membawa kayu bakar, pundak saya juga selalu dibebani rumput untuk makan kambing. Saya pernah juga jadi kuli bangunan yang harus memanggul semen dan bata, tapi tak seberat yang saya alami sekarang ini.

Sambil berjalan di bawah terik matahari itu saya memohon pada-Nya, agar pekerjaan seberat ini tak terulang untuk yang kedua kalinya. Baik di luar negeri maupun di dalam negeri. Apalagi sampai terulang kelak di alam mahsyar. Jangan sampai. Ini terlalu berat bagi saya.

Dalam keadaan saya yang sangat sedih seperti itu, ternyata majikan saya sedang bermain santai dengan istri mudanya di tepi pantai tak jauh dari tempat saya bekerja. Mereka nampak dimata saya berjalan bergandengan menuju sebuah tempat rindang di bawah rerimbunan pohon pinus. Kemudian mereka duduk berdua menikmati angin laut Cina Selatan.

Saya memandang langit. Matahari masih bersinar dengan teriknya. Kemudian menundukan kepala melihat hamparan pasir putih. Memandang jauh bekas-bekas telapak sepatu saya yang sudah tak terhitung lagi banyaknya. Terlintaslah dalam pikiran saya, bahwa saya sedang mengalami 'gladi resik' orang yang tidak beruntung di akhirat sana. Sedang majikan saya sedang menikmati keberuntungan yang luar biasa. seperti yang terlukis di dalam Al-Qur'an.

Sesungguhnya penghuni syurga pada hari itu bersenang-senang dalam kesibukan (mereka). Mereka dan istri-istri mereka berada dalam tempat yang teduh, bersantai diatas dipan-dipan. (Yassin: 55, 56)

Ya, seolah majikan saya sedang menikmati indahnya syurga, dan saya dalam keadaan sebaliknya. Berat, berat sekali beban pekerjaan yang sedang saya kerjakan ini. Seandaiya ada pekerja lain baik orang Indonesia, India, Philipina atau Bangladesh yang lewat, saya ingin menyuruhnya membantu saya. Saya berani membayar dengan gaji lebih dari yang biasa mereka terima dalam satu hari. Namun, tak ada satupun orang lewat.

Ahirnya, hari yang saya rencanakan indah itu, berbalik jadi kesedihan. Berhari-hari setelah kejadian itu, saya berpikir dan merenung secara serius. Otak saya selalu dliputi pertanyaan ada hikmah apa di balik ini semua? Apalagi, jika saya bercermin setelah mandi, dan kelihatan bercak-bercak beban di pundak kanan saya, saya selalu menghela napas panjang. Ada pelajaran dan 'mata kuliah' apa di balik ini, ya Tuhanku?

Sampai suatu malam, tiba-tiba saya tersenyum lebar, ketika seorang sahabat saya di Jakarta mengirim sort messages services kepada saya. Dalam SMS itu, dia mengutipkan saya, sebuah kalimat bijak dari novelis dan pemilik Rumah Dunia, Gola Gong. Katanya: "Allah tak menciptakan beban tanpa pundak."

Setelah membaca itu saya duduk. Mengelus pundak saya yang masih lecet. Rasanya, malam itu saya telah diberi suplemen penguat jiwa, oleh seorang sahabat yang sedang menapaki karier di sebuah BUMN di Jakarta itu. Sebagai rasa syukur pada-Nya, kuraih Al-Qur'an kecil di rak lemari. Ingin rasanya men-tadarrus kembali surat Al-Baqarah ayat yang terahir.

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Merka berdoa): Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau bersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami, ampunilah kami, rahmatilah kami. Engkau penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir. ( Al-Baqarah: 286)

Berulang-ulang saya membaca ayat dan SMS dari sahabat saya tersebut. Dengan tak lupa merenungi apa yang telah terjadi pada diri saya. Di sebuah hari yang menggagalkan rencana libur saya.

0 Response to "Suplemen Penguat Jiwa"

Posting Komentar

    Blog Archive

    About Me